top of page
Search
amieefigaro4614om

Buku Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Referensi untuk Penelitian dan Pengembangan



4 Prakata Kurang tersedianya buku teks tentang hidrologi, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), mendorong penulis untuk menyusun buku Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sesuai dengan judul buku, buku ini berisi uraian prinsip-prinsip hidrologi dan bagaimana mengaplikasikan prinsip-prinsip hidrologi untuk memahami keterkaitan komponen-komponen ekosistem DAS sehingga pengelolaan sumber daya alam termasuk manusia dalam skala DAS dapat dilaksanakan secara logis, sistematis, dan rasional. Topik hidrologi dan topik pengelolaan DAS secara terpisah merupakan kajian yang cukup luas. Apalagi kalau kedua topik tersebut dijadikan satu topik bahasan yang (diharapkan) komprehensif dan terintegrasi, sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah, dan oleh karenanya terbuka terhadap kekurangan-kekurangan. Buku Hidrologi dan Pengelolaan DAS merupakan kajian yang bersifat multiaspek dan saling terkait sehingga masing-masing aspek memiliki format yang sedikit berbeda dari buku yang fokusnya hanya pada salah satu aspek saja. Demikian juga, karena luasnya topik-topik yang dijadikan bahasan, uraian masing-masing topik dalam buku ini dibatasi pada hal-hal yang secara langsung berkaitan dengan tujuan penulisan buku seperti telah dikemukakan di muka. Apabila uraian untuk masing-masing topik dianggap kurang lengkap, pembaca dipersilakan mempelajari lebih lanjut topik yang dimaksud vii


16 Tabel 4.8 Kedalaman air larian (mm) menurut besarnya curah hujan dan bilangan kurva (CN) menurut metode Soil Conservation Service Tabel 4.9 Laju air larian puncak (m 3 /dt/mm) menurut luas daerah tangkapan air dan nilai CN menurut metode Soil Conservation Service Tabel 4.10 Penampang melintang sungai dan persamaan untuk Wp, r, dan lebar permukaan sungai Tabel 4.11 Koefisien kekasaran Manning n Tabel 4.12 Pemakaian UHG Tabel 5.1 Laju resapan air tanah tahunan per kabupaten di Jawa Barat Tabel 5.2 Klasifikasi tanah menurut sistem perhimpunan tanah internasional Tabel 5.3 Pengambilan air tanah dalam di Cekungan Bandung Tabel 5.4 Penurunan tinggi muka air tanah di daerah Kota Bandung dan sekitarnya ( ) Tabel 6.1 Perubahan koefisien varians air lolos (throughfall) terhadap curah hujan Tabel 6.2 Besarnya variabilitas presipitasi antaralat penakar hujan di Camp 48, Sangai, Kalimantan Tengah Tabel 6.3 ANOVA hasil pengukuran presipitasi dengan alat penakar hujan berbeda Tabel 6.4 Hubungan debit dan aliran sedimen Sungai Cimanuk di pos duga air Bojongloa, Jawa Barat Tabel 6.5 Debit puncak, peringkat, dan kedudukan plot (plotting position) untuk pos duga air Eretan, sungai Cimanuk, Jawa Barat Tabel 6.6 Angka faktor frekuensi (K) untuk Log Pearson Type III Tabel 6.7 Data yang diperlukan dalam penentuan kurva frekuensi xix




buku hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai pdf free



17 Tabel 7.1 Pengaruh tumbuhan bawah dan serasah terhadap besarnya erosi Tabel 7.2 Energi kinetik hujan dalam metrik ton-meter per hektar per cm hujan Tabel 7.3 Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah Tabel 7.4 Prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air Jatiluhur, Jawa Barat Tabel 7.5 Nilai LS berdasarkan panjang dan gradien kemiringan lereng Tabel 7.6 Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman Tabel 7.7 Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa Tabel 7.8 Perkiraan nilai faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa Tabel 7.9 Faktor P untuk pertanaman menurut kontur dan tanaman dalam teras Tabel 7.10 Faktor VM untuk beberapa tipe vegetasi penutup tanah Tabel 7.11 Faktor VM untuk daerah berhutan yang tidak terganggu Tabel 7.12 Prakiraan besarnya erosi di DAS Cimanuk (stasiun Eretan), Jawa Barat Tabel 7.13 Parameter-parameter untuk penilaian efek vegetasi terhadap erosi dan stabilitas tebing Tabel 7.14 Contoh arahan RLKT untuk masing-masing kawasan Tabel 8.1 Perubahan aliran air sebagai akibat perubahan vegetasi penutup tanah pada daerah selain daerah hutan berkabut (cloud forest) Tabel 8.2 Neraca air DAS Congo, Afrika Tabel 8.3 Neraca air rata-rata dari hasil penelitian pengaruh perubahan vegetasi di hutan hujan tropis Amazon xx


18 Tabel 8.4 Pengaruh penebangan hutan terhadap evapotranspirasi, curah hujan, dan aliran air di DAS Amazon Tabel 8.5 Perubahan hasil air dan respons hidrologi lainnya yang diakibatkan oleh pembalakan hutan dengan intensitas berbeda Tabel 8.6 Neraca air DAS sebelum tebang habis hutan campuran berdaun lebar Tabel 8.7 Neraca air DAS setelah tebang habis Tabel 8.8 Perubahan aliran air setelah penebangan hutan Tabel 9.1 Angka-angka indeks BOD yang ditentukan dalam waktu lima hari dari bermacam sumber pencemar Tabel 9.2 Konsentrasi BOD 5 di beberapa lokasi di sepanjang sungai Citarum dan skala prioritas penurunan konsentrasi BOD 5 yang harus dilakukan Tabel 9.3 Pemanfaatan air permukaan menurut standar kualitas air Tabel 10.1 Pengelolaan DAS sebagai suatu sistem perencanaan pengelolaan sumber daya alam Tabel 10.2 Tiga kegiatan utama pengelolaan DAS Tabel 10.3 Pendekatan dalam pengelolaan ekosistem DAS terpadu Tabel 10.4 Hasil pengukuran debit aliran dan muatan sedimen Tabel 10.5 Perhitungan muatan sedimen total Tabel 10.6 Kriteria pengelolaan DAS Tabel 10.7 Program pemanfaatan lahan yang sedang berjalan dan yang akan diusulkan dalam pengelolaan DAS Tabel 10.8 Besarnya erosi tahunan pada keadaan tanpa kegiatan proyek (ton/ha) Tabel 10.9 Besarnya erosi tahunan pada keadaan dengan kegiatan proyek (ton/ha) Tabel Kehilangan tanah (erosi) total pada keadaan tanpa kegiatan proyek xxi


20 Daftar Gambar Gambar 1.1 Daur hidrologi... 9 Gambar 1.2 Hubungan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS Gambar 1.3 Komponen-komponen ekosistem DAS hulu Gambar 1.4 Fungsi ekosistem DAS Gambar 1.5 Cara bercocok tanam yang tidak selaras dengan kaidahkaidah konservasi tanah dan air. Tampak, teknik penanaman tidak mengikuti garis kontur melainkan dengan cara up and down the slope. Penanaman juga tidak dilakukan pada bidang tanam yang dilengkapi dengan teras Gambar 1.6 Pendangkalan saluran irigasi akibat proses sedimentasi di waduk/sungai yang mengalirkan air ke saluran irigasi tersebut. Pendangkalan pada saluran tersebut terjadi akibat besarnya erosi karena cara bercocok tanam yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi seperti tersebut pada Gambar Gambar 1.7 Sistem pertanaman yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (teknik penanaman menurut garis kontur dan dilengkapi dengan pembuatan teras) xxiii


23 Gambar 4.5 Skema plot air larian yang banyak digunakan dalam penelitian Gambar 4.6 Grafik laju air larian puncak berdasarkan nilai CN = 80, curah hujan, dan luas daerah tangkapan air Gambar 4.7 Grafik laju air larian puncak berdasarkan nilai CN = 85, curah hujan, dan luas daerah tangkapan air Gambar 4.8 Diagram menunjukkan aliran air dalam sungai dan cara pengukurannya Gambar 4.9 Contoh weir tipe V-notch dengan ujung tajam; (a) gambar tampak samping dan (b) gambar tampak depan. H max adalah kedalaman maksimum melalui notch, sedangkan H adalah kedalaman air dari dasar V Gambar 4.10 Kedudukan bangunan pengukur debit (weir tipe V-notch) pada sebuah anak sungai. Pada latar belakang, bagian bawah dari alat pengukur debit otomatis Gambar 4.11 Penampang vertikal sungai yang menunjukkan sisasisa sampah tertinggal di tebing sungai Gambar 4.12 Pembentukan UHG dengan pendekatan curah hujan tunggal Gambar 4.13 UHG dengan metode hujan tunggal Gambar 4.14 Perubahan satuan waktu UHG dengan teknik tumpang tindih Gambar 4.15 Atap penampung air hujan dan bak penyimpan air yang dipanen Gambar 4.16 Tangki penyimpan air hujan dengan sistem dua pipa dan dua talang Gambar 4.17 Skema bentuk sarana pemanenan air hujan di atas permukaan tanah Gambar 4.18 Pemanenan air hujan di atas daerah tangkapan air dan menggunakan tangki-tangki yang disimpan di dalam tanah xxvi


25 Gambar 5.15 Pemasokan air tanah pada akifer dalam dengan cara kolam infiltrasi Gambar 6.1 Bentuk penyebaran data: a) simetris, dan b) condong (skew) Gambar 6.2 Analisis regresi linier untuk data presipitasi, P g, versus aliran batang, S f. Garis terputus merupakan batas keyakinan pada tingkat 95 % Gambar 6.3 Besarnya angka r dan implikasi hubungan antarvariabel Gambar 6.4 Gambar kurva frekuensi banjir sungai Cimanuk di stasiun Eretan, Jawa Barat Gambar 7.1 Hubungan antara besarnya curah hujan terhadap erosi percikan untuk kebun bambu, kebun campuran (talun), dan tanah terbuka di Jatiluhur, Jawa Barat Gambar 7.2 Erosi meningkat di bawah tegakan pohon yang tidak disertai tumbuhan bawah dan serasah Gambar 7.3 Tegakan hutan monokultur seumur. Tampak bahwa penutupan tajuk oleh tumbuhan bawah sangat rapat. Pada kondisi tersebut, fungsi hidrologi hutan dapat sangat efektif Gambar 7.4 Nomograf untuk menentukan nilai erodibilitas K seperti tersebut dalam persamaan USLE (United States Environmental Protection Agency, 1980) Gambar 7.5 Transpor sedimen dalam aliran air sungai Gambar 7.6 Contoh alat ukur sedimen yang biasa dimanfaatkan di lapangan: a) alat ukur sedimen standar (depthintegrating sediment sampler USDH-48) dan b) modifikasi alat standar (lebih sederhana) dengan prinsip pengukuran sama dengan alat ukur sedimen standar xxviii


27 Gambar 9.4 Contoh lokasi pemantauan (tipe hubungan sebabakibat); tampak lokasi perlakuan terisolasi dari wilayah di sekitarnya Gambar 10.1 Sistem pengelolaan DAS dan keluaran yang dihasilkan (skema di atas dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan kerangka sistem dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan) Gambar 10.2 Perlindungan sungai pada wilayah bervegetasi (riparian zone) Gambar 10.3 Implikasi/pengaruh proporsi tutupan vegetasi (vegetation cover) terhadap laju produksi sedimen Gambar 10.4 Unit pengelolaan ekosistem DAS versus unit administrasi/politik Gambar 10.5 Pendekatan dalam perencanaan, implementasi dan monev pengelolaan DAS terpadu. FKPDAS adalah Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Gambar 10.6 Keterkaitan pengelolaan DAS, dampak fisik, dan perubahan lingkungan hidup serta keuntungan yang diperoleh di hilir DAS. Keadaan sebaliknya akan terjadi apabila pengelolaan hulu DAS tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi lanskap. Bagan alir keterkaitan ini juga dapat dijadikan sebagai kerangka kerja imbal jasa ekosistem antara daerah hulu dan hilir DAS Gambar 10.7 Pola umum pengelolaan DAS versi PP No. 32/2012 tentang Pengelolaan DAS Gambar 10.8 Hubungan hipotetis antara produktivitas dan waktu dengan dan tanpa proyek pengelolaan DAS Gambar 10.9 Hubungan hipotetis antara sedimentasi dan kapasitas tampung waduk dengan dan tanpa proyek Gambar Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan sumber daya dalam DAS xxx 2ff7e9595c


0 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page